Sunday, October 27, 2013

STOCKHOLM SYNDROME


Sekedar re entry dari POJOK PEKERJA  Buletin Ukhuwah Edisi 22.

Pada 23 Agustus 1973 terjadi penyanderaan di sebuah bank, SVERIGES KREDITBANK di kota Stockholm, Swedia. Penyaderaan dilakukan oleh pria berumur 32 tahun bernama Jan-Erik Olsson. Yang disandera berjumlah 4 orang merupakan karyawan bank tersebut. Disekap dalam ruangan deposit box berukuran 4 x 12 m, berlangsung sampai tanggal 28 Agustus 1973.

Learning point dari peristiwa diatas bukanlah serunya penyanderaan, atau kerugian yang ditimbulkan. Tetapi justru pada faktor kejiwaan pada tersandera. 

Setelah kejadian ini, terjadi puluhan kasus serupa di pelbagai belahan dunia dengan variasi yang berbeda-beda, sasaran maupun korbannya. Seperti penyanderaan dan penculikan di kendaraan, di rumah di sekolah, di pabrik dan sebagainya. Para ahli psikologi mengindentifikasi bahwa para korban penculikan dan penyanderaan dalam titik tertentu memiliki kesamaan terhadap para pelaku kejahatan yang menjahatinya, menculiknya, menyanderanya.
Para psikolog tercengang ketika memperhatikan sikap mental dan perilaku para korban kejahatan tersebut, ternyata memiliki banyak kesamaan dalam bersikap dan bertindak terhadap para penjahat yang menjahatinya. Dalam ungkapan sederhana mereka menyatakan antara lain bahwa setelah sekian lama mengalami situasi tertekan dan terancam, korban melakukan penyesuaian sikap mental dan perilaku dengan situasi yang dialaminya tersebut, sehingga menjadi seperti para pelaku kejahatan tersebut dan para korban itu berbalik bersimpati kepada para penjahat yang menyanderanya. Sikap itu bermula sebagai alat untuk penyelamatan diri dari ancaman perlakuan buruk penjahatnya. Para korban itu melakukannya secara sendiri-sendiri atau kolektif, sebagai sebuah bentuk evolusi kejiwaan yaitu penyesuaian mental sedikit demi sedikit terhadap situasi yang mengancamnya agar terhindar dari kepunahan. Inilah barangkali ini makna lain yang diteorikan oleh Charles Darwin tentang perubahan fisik dalam teori evolusi ( ini sekedar memberikan analogi dengan teori darwin yang salah kaparah itu...)

Dalam kasus kejahatan ini yang terjadi adalah evolusi kejiwaan, dimana pada akhirnya korban lebih memilih hidup damai dengan pelaku kejahatan yang menjahatinya, sekalipun dalam tekanan dan penderitaan, dari pada mengambil resiko membebaskan diri atau membantu tim penolong yang akan membebaskannya. Inilah satu makna dari "Stockholm Syndrome" yang dikenal dalam Psikologi.

Kasus seperti ternyata ini terjadi dalam kehidupan kita dewasa ini, baik pekerja pabrik,bank,pertokoan atau pekerja sektor manapun. Dari level worker sampai manager. Sebagian pekerja ini DISANDERA oleh keadaan yang memaksa dan menekan. Dari awalnya "..yang penting bisa dapat gaji dan bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari,...." sehingga akhirnya banyak pekerja yang tidak bisa melepaskan diri dari situasi seperti itu. Pasrah dan Menyerah Total sekalipun hak-hak normatifnya tidak dipenuhi oleh pengusahanya...

Banyak pengusaha (dibantu pemerintah ?) yang menerapkan strategi Jan-Erick Olsson yaitu : TEKAN..TEKAN DAN TEKAN TERUS !... dengan berbagai kekurangan dan kesedikitan, makan tidak proposional, upah minimum, onkos transport tidak logis dan sebagainya, pasti akhirnya para pekerja akan menyerah dan akirnya akan ENJOY dan SURVIVE dengan kondisi itu. Persis seratus persen seperti para sandera di ruang pabrik....eh..maaf di deposit box Sveriges Kreditbank , Stockholm, Swedia tahun 1973 duluu....(WWW)